Kamis, 16 Juni 2011

Ikhlas

Dari Abu Hurairah r.a, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada rupa kalian, juga tidak pada harta kalian, akan tetapi Dia melihat kepada hati dan amal kalian”. (HR.Bukhari).
Dalam mendifinisikan ihklas, para ulama berbeda redaksional dalam menggambarkannya. Al ‘Izz bin Abdis Salam berkata, “Ikhlas ialah seorang mukallaf melaksanakan ketaatan semata-mata karena Allah. Dia tidak berharap pengagungan dan penghormatan manusia, dan tidak pula berharap manfaat dan menolak bahaya”. Sementara Abu Utsman berkata, “Ikhlas adalah melupakan pandangan makhluk dengan selalu melihat kepada Allah”. Ulama lain, Abu Ali Fudhail bin Iyadh berkata, “Meninggalkan amal karena manusia adalah riya dan beramal karena manusia adalah syirik. Dan ikhlas ialah jika Allah menyelamatkan kamu dari keduanya”.
 Pendapat lain dari Abu Hudzaifah Al Mar’asyi mengatakan, “Arti ikhlas adalah kesesuaian perbuatan seseorang hamba antara lahir dan bathin”.  Al Harawi mengatakan, “seseorang yang ikhlas ialah yang tidak mencari perhatian di hati manusia dalam rangka memperbaiki hatinya di hadapan Allah”. Syaikh Muhammad bin Shalih mengungkapkan, “Ikhlas artinya apabila seseorang melaksanakan ibadah yang tujuannya untuk taqarrub kepada Allah dan mencapai tempat emuliaan-Nya”.
Ikhlas bisa juga dikatakan menghendaki keridhoan Allah dalam suatu amal perbuatan, membersihkan diri dari segala individu maupun duniawi. Setiap bagian dari perkara duniawi yang sudah mencemari amal kebajikan, sedikit maupun banyak, maka kemurnian amal itu ternoda dan hilang keikhlasannya dalam ibadah apapun seperti sholat, puasa, shadaqah, dakwah, dll.
Innallaha ma’ashabiriin....sebuah peribahasa sunda mengatakan, “Leuleukeutan leuleumeungan diarah kejo poena”, artinya, “Deudeukeutan reureujeungan jeung Allah ungal poena”.
Mewujudkan ikhlas bukan pekerjaan yang mudah. Para ulama yang meniti jalan kepada Allah telah menegaskan sulit dan beratnya ewujudkan ikhlas di dalam hati, kecuali orang yang memang dimudahkan Allah. Imam Sufyan Ats Tsauri berkata, “Tidaklah aku mengobati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasaberbolak-balik pada diriku”.
Suatu ketika Rasulullah SAW berdoa, “Ya Rabb yang membolak-balikan hati, teguhkanlah hatiku pada agama-Mu. Seorang sahabat berkata, “Ya Rasulullah, kami kami beriman kepadamu dan kepada apa yang engkau bawa kepada kami”.  Beliau menjawab, “Ya, karena sesungguhnya hati manusia diantara dua jari tangan Allah, dan Allah membolakbalikan hati sekehendak-Nya”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Dikisahkan ada seorang alim yang selalu shalat di shaf paling depan. Suatu hari ia datang terlambat, maka ia shalat di shaf kedua. Dibenaknyaterbersir rasa malu pada jemaah yang melihatnya. Maka pada saat itulah ia menyadari bahwa kesenangan dan ketenangan hatinya pada saat shalat di shaf pertama watu-waktu sebelumnya disebabkan karena ingin dilihat orang lain.
Yahya bin Abi Katsir berkata, “Belajarlah niat karena niat itu lebih penting daripada amal”. Muththarif bin Abdullah berkata, “Kebaikan hati tergantung dari kebaikan amal, dan kebaikan amal bergantung pada kebaikan niat”.
Yusuf bin Husain ar Razi berkata, “Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas. Aku sudah bersungguh-sungguh untuk menghilangkan riya dari hatiku, seolah-olah timbul riya dengan warna yang lain”. Seseorang bertanya kepada Suhail, “Apakah yang paling berat bagi nafsu manusia?”. Ia menjawab, “Ikhlas, karena nafsu tidak pernah memiliki bagian dari ikhlas”.   
Masalah ikhlas merupakan masalah yang sulit, sehingga sedikit sekali perbuatan yangmurni ikhlas karena Allah. Sedikit sekali orang yang memperhatikannya kecuali orang yang mendapat taufik dari Allah. Orang yang lalai dalam ikhlas senantasa melihat pada nilai kebaikan yang pernah dilakukannya, padahal pada hari kiamat kelak, hal itu menjadi keburukan baginya.
Mereka yang dimaksud dalam firman Allah SWT, “Katakanlah, apa akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?, yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya”. (QS.Al-Kahfi 103-104).
Membersihkan diri dari hawa nafsu yang tampak maupun tersembunyi, membersihkan niat dari noda tidak mudah dan memerlukan usaha yang maksimal, selalu memperhatikan pintu-pintu masuk bagi setan kedalam jiwa, membersihkan hati dari unsur riya, kesombongan, kedudukan, pangkat, harta untuk pamer, dan lain-lain.
Firman Allah SWT, “Dan jika kamu di timpa suatu godaan setan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha mengetahui”. (QS. Al-A’raf 200). Perintah ini yang mendasari sulitnya mewujudkan ikhlas karena setan selalu menggoda dan memberikan perasaan was-was kedalam hati manusia.
Upaya mewujudkan ikhlas dapat dicapai jika kita mengikuti Rasulullah SAW dan jejak Salafush Shalih dalam beramal dan taqarrub kepada Allah, selalu mendengar nasihat mereka serta berupaya semaksimal mungkin dan bersungguh-sungguh mengekang dorongan hawa nafsu dan selalu berdoa kepada Allah SWT.
Firman Allah SWT, “Barang siapa mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah dia mengerjakan amal shaleh dan jangan dia mempersekutukan-Nya denga seorangpun”. (QS. Al-Kahfi 110). Dalam ayat ini Allah SWT memerintahkan amal shaleh dan mengikhlaskan niatnya karena Allh SWT semata. Al Hafidz ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, “itulah landasan amal yang diterima, khas karena Allah dan sesuai dengan Sunnah Rasulullah SAW.
Meskipun sedikit orang yang bisa ikhlas, semoga kita dimasukan Allah dalam golongan yang sedikit itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar